Mitos Tentang Ngompol Ini Tidak Benar, Smart Mom

Banyak ibu yang senang jika anaknya bertubuh gemuk, dan barangkali Smart Mom adalah salah satunya. Padahal, anak gemuk tidak selamanya berarti sehat, lho!

Walaupun orang-orang beranggapan anak gemuk itu lucu dan menggemaskan, dan mungkin Smart Mom berpikir bahwa Smart Mom sudah sukses memberi gizi dan mendukung pertumbuhan, anak bertubuh gemuk sebenarnya menghadapi berbagai risiko kesehatan. Waduh, apa saja, ya?

Risiko Kesehatan pada Anak Gemuk

Berbagai risiko kesehatan yang dihadapi oleh anak gemuk bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, Smart Mom. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Diabetes tipe 2

Anak gemuk, apalagi yang sampai mengalami obesitas, punya risiko lebih tinggi gangguan toleransi glukosa. Dengan begitu, anak gemuk tersebut punya risiko menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari. Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan untuk National Health and Nutrition Examination Survey tahun 2005-2006, anak-anak yang kelebihan berat badan punya tingkat pre-diabetes 2,6 kali lebih tinggi daripada anak-anak dengan berat badan normal.

Selain itu, ada penelitian dari National Longitudinal Study of Adolescent Health yang menunjukkan risiko diabetes yang lebih tinggi pada orang dewasa jika saat remaja ia sudah mengalami obesitas, dibandingkan dengan orang dewasa yang baru saja mengalami obesitas.

2. Asma

Smart Mom, anak gemuk biasanya mengalami masalah kesulitan bernapas alias asma, lho. Hal ini juga sudah dibuktikan dalam penelitian yang menunjukkan bahwa anak dengan berat badan berlebih punya risiko asma 40 sampai 50 persen lebih tinggi dibandingkan anak dengan berat badan normal.

3. Obstructive sleep apnea

Penyakit ini berkaitan dengan masalah pernapasan yang terjadi saat tidur, yang bahkan terkadang napas bergenti secara mendadak selama beberapa detik ketika tidur. Nah, ada penelitian yang mengaitkan penyakit ini dengan obesitas lho Smart Mom! Dalam penelitian tersebut, dibuktikan bahwa prevalensi sleep apnea pada anak dan remaja yang mengalami obesitas bisa menapai 60 persen. Penelitian lain di Taiwan juga membuktikan bahwa risiko masalah kesehatan ini lebih tinggi terjadi pada anak yang obesitas dibandingkan anak dengan berat badan normal.

4. Faktor risiko sakit jantung

Di dalam penelitian Bogalusa Heart Study di Amerika, diketahui bahwa 70 persen anak-anak berusia 5-17 tahun yang mengalami obesitas, ditemukan minimal satu faktor risiko penyakit jantung. Contohnya tingkat kolesterol yang tinggi, tekanan darah tinggi, hingga kelainan toleransi glukosa. Penelitian lain juga membuktikan bahwa anak obesitas bukan hanya memiliki risiko penyakit jantung yang lebih tinggi saat ia dewasa, tapi juga terjadinya kerusakan jantung selama periode anak-anak.

5. Masalah kesehatan mental.

Rendahnya tingkat aktivitas fisik, perasaan rendah diri, ketidak puasan terhadap tubuhnya, sampai gangguan perilaku makan adalah beberapa faktor yang berkaitan dengan kesehatan mental anak gemuk. Di dalam penelitian yang dilakukan Millenium Cohort Study, obesitas pada anak diketahui berkaitan dengan masalah perilaku dan emosional anak sejak usia yang masih sangat muda.

6. Gangguan pada tulang dan otot.

Karena berat badan yang berlebih, sistem tulang dan otot jadi menerima tekanan yang lebih besar. Akibatnya, banyak anak gemuk yang menderita keluhan pada tulang maupun ototnya. Penelitian di Belanda yang melibatkan anak-anak berusia 2-17 tahun juga menunjukkan bahwa anak-anak atau obesitas lebih sering mengalami masalah pada tulang dan otot, terutama bagian bawah tubuhnya, dibandingkan anak-anak sebaya dengan berat badan normal.

Bagaimana Mengetahui Kalau Anak Gemuk?

Smart Mom, rupanya anak kurus atau gemuk tidak hanya harus dilihat dari bentuk badan, lho! Sebab, bisa jadi seorang anak terlihat gemuk atau kurus, tapi sebenarnya memiliki berat badan yang normal. Kalau begitu, bagaimana Smart Mom bisa mengetahui apakah si kecil termasuk kurus, gemuk, atau punya berat badan normal?

Untuk mendapatkan jawabannya, Smart Mom bisa mengacu pada grafik pertumbuhan yang tercetak pada Kartu Menuju Sehat (KMS) jika anak masih balita. Kalau berat badannya mengikuti garis hijau, artinya si kecil punya berat badan normal. Kalau ada di atas garis hijau, artinya berat badannya berlebih. Dan kalau ada di bawah garis hijau, artinya berat badan si kecil kurang.

Karena itu, penting untuk selalu mengontrol berat badan si kecil secara teratur, Smart Mom. Lakukan setiap bulan di Posyandu, bidan, Puskesmas, atau dokter. Dengan begitu, selain memantau berat badan si kecil, Smart Mom juga bisa mengetahui status gizi dan seberapa jauh pertumbuhan serta perkembangan buah hati.

Entah mengapa, tidur siang menjadi musuh bebuyutan sebagian besar anak. Apa si Kecil termasuk salah satu di antaranya, Smart Mom?

Tidur siang sangat penting untuk anak karena mereka masih membutuhkan jam tidur lebih lama, yakni 11 sampai 13 jam per hari. Oleh karena itu mereka disarankan untuk tidur di siang hari. Lantas, apa saja manfaat yang akan didapatkan si Kecil yang rutin mematuhi kebiasaan tersebut?

Manfaat tidur siang untuk si Kecil

Si Kecil yang tidur sesuai porsinya akan menunjang produksi HGH atau hormon pertumbuhan. Hormon ini yang berfungsi merangsang pertumbuhan tinggi badan. Selain itu, tidur cukup akan mencegah risiko kerusakan pembuluh darah jantung sekaligus mencegahnya dari peluang obesitas.

Sebuah studi dari Columbia University Medical Center melaporkan tidur akan meningkatkan kemampuan si Kecil saat belajar hingga meredakan kelelahan yang kadang membuat mereka rewel seharian.

Mari ajak si Kecil buat tidur siang!

Lalu, apa faktor yang membuat si Kecil ogah tidur siang? Bisanya mereka merasa terganggu karena waktu mainnya dipotong. Wajar saja karena anak-anak memang senang bermain. Namun, Smart Mom tak perlu cemas, sebab ada beberapa cara yang bisa dipraktikan supaya si Kecil mau tidur siang.

• Ajak tidur selepas makan siang

Apa Smart Mom kerap mengantuk setelah menyantap makan siang? Si Kecil pun bisa mengalami hal serupa! Manfaatkan kesempatan tersebut untuk mengajaknya tidur siang. Tapi mungkin ada dari Smart Mom yang ragu, apakah boleh tidur setelah makan dan apakah ada jeda waktu terbaik antara makan dengan tidur siang?

Dilansir dari laman situs Health-Liputan6.com, menurut dokter sekaligus pakar nutrisi Dr. Grace Judio-Kahl, sebenarnya tidak ada jeda waktu terbaik antara makan dengan tidur siang.  Jika mengantuk, kita bisa tidur siang. Dokter pemerhati gaya hidup ini juga mengatakan tidur siang juga tidak memengaruhi proses pencernaan makanan dalam usus.

Tapi Dr. Grace Judio-Kahl mengingatkan, kondisi di atas tidak berlaku bagi mereka yang makan sampai kekenyangan. Ketika seseorang makan kekenyangan itu membuat lambung jadi penuh bila kemudian langsung berbaring bisa membuat perut jadi tidak nyaman.

Smart Mom bisa menciptakan lingkungan di sekitarnya agar terasa nyaman, misalnya menyalakan AC atau kipas angin, matikan teve dan lampu kamar, atau menjauhkannya dari jangkauan smart phone.

• Susun jadwal tidur siang yang teratur

Melatih si Kecil tidur siang di jadwal yang sama setiap harinya akan membuat tubuhnya terbiasa. Namun atur waktunya agar tidak menyulitkan si Kecil tidur nyenyak pada malam hari, pastikan durasinya tak terlalu panjang. Waktu tidur ideal yang pas untuk anak adalah sekitar 20 sampai 30 menit. Tak terlalu sebentar maupun lama kan, untuk ukuran si Kecil?

• Bantu dengan musik

Memaksa si Kecil tak akan membuat rencana tidur berjalan efektif. Ajaklah secara perlahan dan bertahap hingga si Kecil mau tidur siang tanpa perlu dibujuk. Smart Mom dapat menemaninya sambil memberikan tepukan di dahi atau punggung hingga si Kecil terlelap. Memutar musik instrumental juga dianggap dapat membuat si Kecil mengantuk sampai akhirnya tidur.

Itulah langkah-langkah yang bisa Smart Mom praktikan buat membujuk si Kecil tidur siang. Memang membutuhkan waktu tak sebentar, tetapi hasilnya pasti bakal memuaskan.

Salah satu tradisi di Indonesia terkait bayi baru lahir adalah, menyimpan uang koin di atas pusar sampai puput atau plasenta Si Kecil terlepas sendiri. Konon katanya, pusar yang ditindih koin harus dilakukan agar pusar Si Kecil tidak bodong.

Benarkah pusar bayi harus ditindih koin agar tidak bodong?

Dalam buku berjudul Rahasia Ibu Pintar, karya Nini Umi Nazwa, dijelaskan jika udel bodong atau Hernia umbicalis, merupakan sebuah kondisi yang menyebabkan bentuk pusar lebih menonjol dari perut, dengan tonjolan mencapai diameter 5 cm, atau lebih.

Terkait kebiasaan menindih pusar dengan koin, dr Piprim Basarah Yanuarso SpA (K), dokter anak dari RSCM dan RS Hermina Bekasi, menjelaskan jika kegiatan ini jelas mitos dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Justru sebaliknya, dr. Piprim justru menyarankan agar ini tidak dilakukan.

Menurutnya, pusar yang ditindih koin berisiko mengalami infeksi karena kebersihan koin yang tidak terjamin. Selain itu, ada juga yang mengikatkan kain kasa pada koin tersebut agar stril. Padahal, faktanya sama saja, tidak ada manfaatnya dan cenderung berbahaya.

Hal yang sama diungkapkan Nini Umi Nzwa dalam bukunya, yang menjelaskan pada dasarnya setiap bayi memiliki bakat bodong karena jendela ke pusarnya masih belum menutup sempurna ketika lahir. Cuma bedanya, ada yang kemudian bisa menutup, tapi ada juga yang akhirnya tidak menutup dan jadilah bodong.

Dengan kata lain, meskipun tidak ditempeli dengan koin, kalau bakatnya Si Kecil tidak bodong, tentu saja Smart Mom tidak perlu khawatir karena dipastikan Si Kecil tidak akan bodong. Kondisi sebaliknya terjadi saat Si Kecil harus bodong, mau tidak mau dia akan memiliki bodong.

Apakah pusar bodong bisa diperbaiki?

Dilansir dalam hellosehat, sebenarnya bodong akan menghilang sendiri saat Si Kecil berusia 3-5 tahun. Selain itu, pusar bodong pun tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan. Jadi sebenarnya tidak ada alasan Smart Mom khawatir dengan kondisi ini.

Biasanya, dokter akan menyarankan untuk melakukan pembedahan, jika Si Kecil mengalami gangguan dengan pusar bodong tadi. Misalnya membuatnya sakit dan sulit untuk beraktifitas, atau pusar Si Kecil terkena infeksi dan dikhawatirkan menjalar hingga ke bagian dalam usus.

Biasanya, prosedur ini tidak secara langsung bertujuan untuk mengatasi pusar bodong, tapi untuk memperbaiki hernia pada Si Kecil. Semoga bermanfaat Smart Mom!